**Premanisme** mmg perlu dibrantas... !
Segala bentuk kekerasan mmg bersumber di satu komunitas ini.... Tawuran, Keonaran, keresahan, kekeringan hidup..., bahkan sampai Terorisme di picu oleh orang-2 yg sama sekali tak ada faedahnya di masyarakat.
Berikut cuplikan-2 yg terkait dgn komunitas ini... :
PEMABUK = PENGECUT
Pada dasarnya seorang pemabuk itu, tak lebih dan tak kurang hanyalah seorang pengecut sejati. Seorang pengecut yang selalu menggunakan 'media' (alat) untuk selalu memastikan diri dapat lolos dari apa yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Atau seorang pengecut yang selalu menyembunyikan diri dari apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Menyembunyikan diri dari rasa takut, lari dari tanggungjawab dan mencari keselamatan pada dirinya sendiri. Kebanyakan dari mereka memang mampu melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain, namun selalu menghindar untuk mendapatkan hal yang sama kepada dirinya, seperti yang selayaknya kerugian yang didapat dari orang lain.
Oleh karena itu pemabuk dan pembuat onar dapat dipastikan hanyalah seorang pengecut. Sebab seorang yang benar-benar kesatria tidaklah akan repot-repot menggunakan 'media' (misalnya minum minuman keras atau bikin keonaran sebagai alatnya) untuk menunjukkan keberaniannya. Semua apa adanya tanpa media dan alat apapun ! Jiwa pengecut dapat dibuktikan dengan 'kontrasnya' prilaku diantara saat penggunaan media (minum minuman keras hingga tampak mabuk) dengan ketika sama sekali tidak menggunakannya. Di mana saat tidak kelihatan mabuk, ia sama sekali tidak mampu menunujukkan keberanian, kebringasan dan kejantanannya. Persis seperti pengecut sejati yang menggunakan media atau alat hanya untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.
Maka dari itu, adanya pandangan bahwa seorang pemabuk yang melakukan keonaran dikarenakan dalam keadaan tidak sadar adalah tidak pada tempatnya dan cenderung merupakan kebohongan besar. Suatu kebohongan besar yang sengaja ditiupkan oleh para pengecut untuk melegalkan tindakan-tindakan semau mereka. Keadaan inilah yang justru tidak pada tempatnya, yang hanya menjadi 'konsep pembenar' atas ketidaksadaran seorang pemabuk. Dan keadaan ini justru membuat aksi-aksi mereka semakin menjadi-jadi. Konsep pembenar yang salah, telah terjadi pada pemahaman masyarakat kita menghadapi persoalan ini.
Padahal yang terjadi adalah adanya kesadaran dari 'niat awal' untuk melakukan suatu perbuatan. Seorang pemabuk masih mampu membedakan mana kawan dan mana lawan, siapa yang harus dihadapi dan siapa yang harus dihindari, mana sasaran yang takut dan mana sasaran yang berani meladeni. Mereka juga masih mampu membedakan mana yang akan dijadikan korban dan mana yang bukan, mana makanan yang bisa dimakan dan mana yang bukan. Kita tidak pernah mendengar adanya seorang pemabuk yang makan tahi ayam, karena ketidaksadarannya seperti yang dibilang banyak orang, mereka tahu bahwa tai ayam tidaklah enak untuk dimakan. Sebuah bukti adanya KESADARAN !
Yang sebenarnya terjadi pada pemabuk adalah lemahnya kontrol 'bawah sadarnya', namun masih dapat membedakan mana yang akan dilakukan dan mana yang tidak. Inilah taktik yang sering digunakan para pengecut dan pembuat onar. Meraka umumnya sudah punya niat untuk itu, sebagai pelancar aksinya. Mereka tahu takaran yang harus diminumnya, sehingga dengan demikian mereka yakin akan mempunyai keberanian untuk melakukannya, seperti apa yang telah diniatkan semula, memperlancar aksinya ! inilah yang dapat dipastikan banyak terjadi pada komunitas pemabuk, yang memang sudah punya niat bikin keonaran. Dan bukan pemabuk berat yang sudah tak bisa berbuat apa-apa dan justru tidak mampu melakukan sesuatu, malah tak jarang malah melucu. Pemabuk berat biasanya malah tidak membahayakan, disamping tidak jarang berprilaku menggelikan, berjalan saja sudah kewalahan, dan akhirnya tergeletak tak berdaya. Ada perbedaan antara seorang pengecut yang menggunakan media minum-minuman keras untuk melakukan dan memperlancar aksinya dengan pemabuk berat yang memang hanya berniat membuat dirinya mabuk untuk kesenangan diri sendiri.
Untuk lebih mudahnya dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya pemabuk yang suka membuat keonaran adalah nyata-nyata seorang pengecut, yang menyembunyikan kenyataan dirinya sebagai seorang penakut. Oleh karena itu, jangan heran kalau mereka mampu melakukan pengrusakan, pemalakan, penganiayaan dan keonaran lainnya. Sudah ada niat untuk itu pada awalnya. Mereka sudah mempunyai strategi dan taktik licik, namun jika kemudian keadaan membahayakannya, cepat-cepat melarikan diri, bersembunyi dan lain sebagainya, sebagai simbol dari sifat kepengecutannya. Mereka juga tahu takaran tertentu untuk diminumnya, sehingga membuat ia mampu melakukan aksinya.
Keonaran demi keonaran akan terus dilakukan jika tidak ada yang menghamnbatnya. Dan tidak menutup kemungkinan terus menerus meningkat pada tingkat keonaran yang membahayakan banyak orang. 'Proses belajar' seorang ppemabuk dari keonaran kecil menjadi besar. Demikian selanjutnya, kalau mereka mampu mengatasi hambatan demi hambatan dengan kelicikan demi kelicikan dan kebohongan demi kebohongan, maka jadilah ia pemabuk yang disegani, preman yang ditakuti, ataupun tokoh pemabuk yang diperhitungkan. Pemabuk yang mampu meloloskan diri dari proses 'pembelajaran diri', menjadi pemabuk yang licik, cerdik, dan seorang pengecut yang lihai mmembaca situasi. Kemudian gelar preman sejati akhirnya mampu ia raih. Dia raih dan dapatkan dari dalam komunitas pemabuk, dalam proses yang cukup panjang.
Tak semua pemabuk lolos menjadi preman sejati, yang akan bergelut pada dunia hitam yang memang penuh dengan kekerasan dan kelicikkan. Kemudian yang lain hanyalah akan menjadi seorang pengecut sejati, yang biasanya tak berani berbuat onar di luar lingkungannya. Lingkungan yang tak dikenalnya, kecuali ada banyak yang menemaninya. Itupun kalau dalam keadaan dirinya terancam, ia akan berusaha menghindar sebisa mungkin, dengan berbagai alasan dan kelicikannya, sehingga orang lain (kebanyakan) tidak akan mengetahui sifat sebenarnya pada dirinya itu.
Perlu juga anda ketahui, bawasannya seorang preman sejati tak lebih dan tak kurang hanyalah seorang pengecut juga. Namun dengan kelihaian membaca situasi dan keadaan, serta kemampuan menempatkan diri untuk mengetahui kapan saatnya bertindak dan kapan saatnya untuk menghindar. Inilah kecerdikan dan kelicikan seorang preman sejati yang mampu menempatkan diri untuk lolos dari hal-hal yang dapat mencelakai dirinya sendiri. Yang jelas seseorang atau siapapun juga yang selalu menggunakan media untuk dapat melakukan aksi, maka dapat dipastikan ia adalah seorang pengecut. Pengecut yang mempunyai kecerdikan, kelicikan, dan kelihaian membaca situasi, membuat ia selalu dapat meloloskan diri dari kemungkinan-kemungkinan bahaya yang mengancamnya. Dengan berbagai cara, alasan, dan taktik usangnya, telah dijadikan senjata untuk menyelamatkan dirinya. Preman sejati yang dilahirkan dari keberuntungan stuasi, dan preman sejati yang terlahir dari lingkungan yang dipenuhi komunitas para pengecut.
Lalu, lihat apa yang didapat dari para pengecut dan mantan pengecut itu. Mereka sama sekali tak mendapat apa-apa kecuali kemiskinan materi, kemiskinan hati, nurani, budi pekerti, kemiskinan rejeki dan segala bentuk 'kemiskinan' saja yang mereka dapatkan. Mereka umumnya hidup memprihatinkan, hidup tidak tenang, resah, seakan-akan selalu dibayangi oleh dendam-dendam yang mengancam akibat perbuatannya. Sebenarnya sering muncul dalam hati kecilnya untuk selalu ingin meninggalkan dunia para pengecut itu. Sebuah dunia yang ia sadari penuh dengan kelicikan, kekerasan, kemubaziran, kemunafikan, dan kebodohan. Dan ia sesaat telah berusaha untuk meninggalkannya, namun sayang lingkungan pengecut telah demikian kuat mencengkeramnya, dan kebanyakan dari mereka tak mampu melakukannya. Dia akhirnya kembali dengan kepedihan hati yang dalam ke dunia yang pelan-pelan merusak dirinya sendiri, dan justru membawanya kepada kenistaan diri, tak punya harga diri, masa depan yang kelam dan akhirnya hanyalah kesulitan-kesulitan hidup yang akan dihadapi. Mereka tak jarang masih bisa tertawa-tawa dan bangga, namun sayang tanpa arti dan makna. Sungguh tragis nasib mereka !
PEMABUK & BUDAYA KEMUNAFIKAN
Lika-liku dunia minuman keras ternyata tidak hanya berdampak pada keboborokan budi pekerti di tingkat lokal saja, namun sudah berdampak pada kebobrokan budi pekerti bangsa ini. Inilah sebenarnya yang menjadi pokok persoalaan bangsa yang telah melahirkan kasus-kasus besar di negeri ini.Hal inilah yang luput dari perhatian pemerintah kita, yang justru berkonsentrasi pada masalah-masalah besar, seperti kasus-kasus korupsi, terorisme, dan kerusuhan. Kalau dikaji lebih dalam, sebenarnya kasus-kasus tersebut hanyalah wujud pada "permukaan" suatu masalah (kasus) yang muncul dari "permasalahan yang paling mendasar" yaitu "kekeringan moral" yang telah merasuki masyarakat bangsa ini. Sumber masalah yang telah terlupakan oleh pemerintah kita.
Oleh karena itu, penyelasaian-penyelesaian masalah yang hanya terfokus pada maslah-masalah besar hanyalah akan menjadikan tampak tuntas pada permukaannya saja, namun akan terus menerus muncul silih berganti, di lain tempat dan waktu, bagai ujung yang tak berkesudahan. Yang lebih fatal lagi, kalau semangat pemberantasan kasus-kasus besar, pada permukaannya itu, mulai melemah. Entah mungkin karena kondisi politik yang tidak kondusif, atau lemahnya budaya untuk itu, atau keadaan ekonomi yang butuh diutamakan, ataupun segala masalah yang muncul menjadi penghambatnya. Dapat dipastikan keadaan akan kembali seperti semula, muncul kasus-kasus baru yang sejenis justru akan menjadi-jadi bagai terlapas dari tali, keadaan bisa jadi malah bertambah parah. Itulah hasil dari penyelesaian masalah yang hanya terfokus pada permukaan masalah saja, tanpa dibarengi dengan membongkar dan membangun kembali sumber-sumber masalah maslah dengan serius dan seksama.
Kekeringan moral yang telah mewabah pada bangsa kita ini disebabkan dua faktor yang sangat mempengaruhi yaitu adanya "budaya kemunafikan" yang telah terwariskan oleh masyarakat kita ( untuk lebih detilnya lihat Topik : "Masyarakat Kita Suka Mengamuk" ). Yang kedua, kekeringan moral akibat ketidaksiapan kita mengantisipasi efek-efek "budaya global" yang terus menghujam kita tanpa "kendali". Yaitu "kendali budaya" atas jawaban menggelontornya budaya global yang telah terserap akibat kemajuan tekhnologi dan infomasi. Sebuah jawaban yang merupakan bentuk pemahaman kita akan budaya yang tidak pantas ditumbuhkembangkan pada bangsa ini. Pemahaman kepada masyarakat luas bawasannya dibalik kemajuan tehnologi dan informasi, ada budaya yang dapat merusak diri kita sendiri, yang pada akhirnya akan sangat merugikan masyarakat kita sendiri.
Kemudian masalah mendasar apakah yang telah terjadi pada masyarakat kita ini; pertama, adalah : Telah terjadi banyak ketidaknyaman-ketidaknyamanan dalam kehidupan masyarakat. yang telah menimbulkan dampak tersendiri dalam masyarakat tersebut.Dampak dari ketidaknyamanan-ketidaknyamanan dalam masyarakat telah melahirkan budaya kekerasan, sikap pengecut, budaya keserakahan, korupsi, pungli-pungli, kerusuhan, terorisme, gaya hidup tak seimbang, pembohong, pemerasan, jiwa pencuri, perampokan, pembunuhan dan hampir semua masalah yang telah terjangkiti oleh masyarakat Indonesia, merupakan kekeringan hidup yang bermula dari keadaan tidak nyaman dalam kehidupan mereka.
Ketidaknyaman paling besar pengaruhnya yang telah memberi andil terbangunnya kekeringan hidup dalam masyarakat kita adlah "minuman keras". Minuman keras inilah yang merupakan faktor utama terbangunnya ketidaknyamanan dan kekeringan hidup dalam masyarakat. Hal ini sangat masuk akal ketika tempat tinggal, tempat istirahat, rumah, tetangga, dan limgkungan kita terusik oleh perbuatan-perbuatan seorang atau lebih pemabuk, yang pada kenyataan dalam masyarakat kita menjadi alat pembenar untuk berbuat keonaran, pemeresan, pemalakan, kekerasan, meneror kecil-kecilan, mencuri, sampai pembunuhan. Mereka (pemabuk) beralasan bahwa melakukan hal tersebut karena ketidaksadaran setelah minum minuman keras. Namun kenyataan yang terjadi adalah telah adanya niat dari mereka untuk berbuat seenaknya. Minuman keras hanya sebagai pelancar aksinya. Untuk mampu melakukan sesuatu yang tak mungkin dilakukan jika tidak minum-minuman keras. Keadaan inilah yang telah memunculkan jiwa-jiwa pengecut, munafik, jiwa yang penuh kelicikan dan tidak berjiwa kesatria. Anehnya ssikap-sikap seperti inilah tidak mendapat penolakan yang seharusnya dalam masyarakat kita. Malah yang terjadi adalah adanya "pemahaman pembenar" sebagai "alat pemaklum kejadian". Yang akhirnya justru mereka ikut-ikutan berkubang dalam dunia itu, menyatu dan mencari mangsa orang lain atau masyarakat lain. Inilah pemicu kerusuhan, tawuran, dan menumbuh suburkan kader-kader militan yang pada akhirnya sangat mudah terekrut menjadi teroris sungguhan.
Masyarakat Kita Suka Mengamuk ?
Masyarakat kita tampaknya sudah melekat dengan ‘kekerasan’. Inilah yang menjadi kegundahan hati banyak orang. Semua persoalan sering berakhir dengan kekerasan. Masyarakat yg mudah mengamuk, merusak dan membakar apa saja yang ada. Hanya karena tidak setuju, tanpa mengetahui siapa provokatornya & tanpa komando mereka mulai merusak apa saja, mulai dari papan nama, kaca-kaca, serta barang-barang yang ada disekitarnya. Masa menyemut menjadi banyak, bak dibakar api amarah yang sudah tak terkendali, mereka mulai merusak dan membakar barang-barang yang tidak kecil nilainya. Komputer, sepeda motor, mobil, sampai bangunannya mereka rusak dan bakar. Amarah yang muncul dari kepenatan hidup yang menghipit mereka. Luapan amarah yang sebenarnya sama sekali tak berhubungan dengan masalah tersebut. Mereka seperti menemukan tempat yang tepat untuk ‘mengaktualisasikan diri’ dari kekeringan hidup. Kemudian dengan mudah disulut api. Bangsa kita benar-benar telah menjadi bangsa yang keras.
Ada yang menarik atas kejadian tersebut, yaitu munculnya budaya tak tahu malu, tidak kesatria, pengecut, serta tak tahu diri. Kemunafikan hidup telah menyelimuti kehidupan budaya masyarakat kita. Sebuah kemunafikan yang telah memunculkan ‘keberanian semu’. Sebuah keberanian yang muncul karena ia ada diantara mereka, bukan karena ia sendirian. Sendirian atas segala resiko yang akan dipertanggungjawabkan kemudian. Sehingga ia lebih suka menjadi penyulut api kemudian lari untuk bersembunyi. Contoh nyata dari sebuah kemunafikan diri. Kemunafikan yang melahirkan jiwa sang pengecut. Bagai mata uang yang tak terpisahkan, munafik di satu sisi, pengecut di sisi yang lainnya.
Namun bagaimanapun juga, kita kurang bijak rasanya, jika kita menyalahkan masyarakat kita yang lugu itu. Mereka terbentuk tak jauh dari para pemimpin, yang memimpinnya. Pemimpin yang bertanggung jawab atas tumbuh kembangnya budaya masyarakat, kemana mereka akan dibawanya. Sudah sekian lama masyarakat kita diajarkan oleh budaya kemunafikan, yang didalamnya menumbuh suburkan budaya tak tahu malu dan tidak kesatria. Budaya inilah yang menyebabkan ketidaknyamanan sebagian besar masyarakat kita. Kemudian mereka menjadi tak perdaya, lemah, dan merasa dipojokkan. Untuk melepaskan diri dari ketidakberdayaan dan kelemahan mereka, tidak ada jalan lain kecuali mengikuti arus para pemimpinya. Sehingga semakin kuatlah budaya kemunafikan itu. Sudah sekian lama budaya itu berjalan dan melaju, hingga tanpa terasa telah menyatu.
Namun angin telah berubah, yang mulai melemahkan angin yang lalu. Tetapi sayang bangunan budaya itu masih berdiri kokoh, meskipun lambat laun keropos juga, sedikit demi sedikit. Tapi tampaknya itu butuh waktu yang cukup lama, untuk merobohkannya menjadi puing-puing yang berserakan. Puing-puing tersebut tetap akan ada tidak bisa dibersihkan sama sekali, ini sesuai dengan tinjauan ilmu social, Jadi kekerasan akan tetap ada walaupun dalam sekala yang lebih kecil. Ingat !, kemunafikan tetap akan selalu ada, selama yang namanya manusia masih tetap ada. Selaras dengan dinamika masyarakat yang dicoba dibangun oleh para pemimpin kita. Jadi kita harus puas dengan nilai ‘secara umum’ (generalisasi) bahwa masyarakat kita, tentu saja termasuk para pemimpin kita yang menjadi bagiannya, di masa yang akan datang (secara umum) mempunyai ‘budaya yang kesatria’. Inilah yang kami lihat sedang diperjuangkan oleh sebagian para pemimpin kita, khususnya para penguasa.
Untuk saat ini, tampaknya harapan itu masih jauh dan sedang diperjuangkan. Masih akan ada letupan-letupan kekerasan, tawuran dan amuk massa. Bangsa kita masih sebagai bangsa yang keras dan penuh dengan kemunafikan. Sebab harus diketahui bahwa merubah kebiasan yang terjadi pada sebuah masyarakat tidak semudah membalikkan tangan kita. Akan membutuh waktu yang cukup lama dan juga membutuhkan tenaga, dan pikiran yang cukup banyak dan pelik. Walau begitu marilah kita bersyukur dan mendukung apa yang sedang diusahakan para pemimpin kita, yang sampai saat ini sudah ada semangat untuk merubah dan memberangus budaya kemunafikan itu. Marilah kita doakan agar semangat itu (para pemimpin kita) tidak luntur/kalah oleh budaya kemunafikan yang penuh dengan sikap pengecut, tak tahu malu, tidak kesatria dan tak tahu diri. Yang didalamnya akan melahirkan jiwa-jiwa yang penuh kekerasan dan keserakahan. Dan yang lebih memprihatinkan kita semua, ternyata budaya itulah yang juga menumbuhsuburkan jiwa-jiwa yang ‘korup’, yang dilahirkan dari jiwa yang penuh keserakahan.
Sumber : Kedaulatan Rakyat.
DENGAN INI.... POLRI utk tidak RAGU-RAGU lagi MEMBRANGUS... SGL BENTUK PREMANISME..... !
Masidan.
Berikut cuplikan-2 yg terkait dgn komunitas ini... :
Spoiler for PEMABUK = PENGECUT..:
PEMABUK = PENGECUT
Pada dasarnya seorang pemabuk itu, tak lebih dan tak kurang hanyalah seorang pengecut sejati. Seorang pengecut yang selalu menggunakan 'media' (alat) untuk selalu memastikan diri dapat lolos dari apa yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Atau seorang pengecut yang selalu menyembunyikan diri dari apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Menyembunyikan diri dari rasa takut, lari dari tanggungjawab dan mencari keselamatan pada dirinya sendiri. Kebanyakan dari mereka memang mampu melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain, namun selalu menghindar untuk mendapatkan hal yang sama kepada dirinya, seperti yang selayaknya kerugian yang didapat dari orang lain.
Oleh karena itu pemabuk dan pembuat onar dapat dipastikan hanyalah seorang pengecut. Sebab seorang yang benar-benar kesatria tidaklah akan repot-repot menggunakan 'media' (misalnya minum minuman keras atau bikin keonaran sebagai alatnya) untuk menunjukkan keberaniannya. Semua apa adanya tanpa media dan alat apapun ! Jiwa pengecut dapat dibuktikan dengan 'kontrasnya' prilaku diantara saat penggunaan media (minum minuman keras hingga tampak mabuk) dengan ketika sama sekali tidak menggunakannya. Di mana saat tidak kelihatan mabuk, ia sama sekali tidak mampu menunujukkan keberanian, kebringasan dan kejantanannya. Persis seperti pengecut sejati yang menggunakan media atau alat hanya untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.
Maka dari itu, adanya pandangan bahwa seorang pemabuk yang melakukan keonaran dikarenakan dalam keadaan tidak sadar adalah tidak pada tempatnya dan cenderung merupakan kebohongan besar. Suatu kebohongan besar yang sengaja ditiupkan oleh para pengecut untuk melegalkan tindakan-tindakan semau mereka. Keadaan inilah yang justru tidak pada tempatnya, yang hanya menjadi 'konsep pembenar' atas ketidaksadaran seorang pemabuk. Dan keadaan ini justru membuat aksi-aksi mereka semakin menjadi-jadi. Konsep pembenar yang salah, telah terjadi pada pemahaman masyarakat kita menghadapi persoalan ini.
Padahal yang terjadi adalah adanya kesadaran dari 'niat awal' untuk melakukan suatu perbuatan. Seorang pemabuk masih mampu membedakan mana kawan dan mana lawan, siapa yang harus dihadapi dan siapa yang harus dihindari, mana sasaran yang takut dan mana sasaran yang berani meladeni. Mereka juga masih mampu membedakan mana yang akan dijadikan korban dan mana yang bukan, mana makanan yang bisa dimakan dan mana yang bukan. Kita tidak pernah mendengar adanya seorang pemabuk yang makan tahi ayam, karena ketidaksadarannya seperti yang dibilang banyak orang, mereka tahu bahwa tai ayam tidaklah enak untuk dimakan. Sebuah bukti adanya KESADARAN !
Yang sebenarnya terjadi pada pemabuk adalah lemahnya kontrol 'bawah sadarnya', namun masih dapat membedakan mana yang akan dilakukan dan mana yang tidak. Inilah taktik yang sering digunakan para pengecut dan pembuat onar. Meraka umumnya sudah punya niat untuk itu, sebagai pelancar aksinya. Mereka tahu takaran yang harus diminumnya, sehingga dengan demikian mereka yakin akan mempunyai keberanian untuk melakukannya, seperti apa yang telah diniatkan semula, memperlancar aksinya ! inilah yang dapat dipastikan banyak terjadi pada komunitas pemabuk, yang memang sudah punya niat bikin keonaran. Dan bukan pemabuk berat yang sudah tak bisa berbuat apa-apa dan justru tidak mampu melakukan sesuatu, malah tak jarang malah melucu. Pemabuk berat biasanya malah tidak membahayakan, disamping tidak jarang berprilaku menggelikan, berjalan saja sudah kewalahan, dan akhirnya tergeletak tak berdaya. Ada perbedaan antara seorang pengecut yang menggunakan media minum-minuman keras untuk melakukan dan memperlancar aksinya dengan pemabuk berat yang memang hanya berniat membuat dirinya mabuk untuk kesenangan diri sendiri.
Untuk lebih mudahnya dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya pemabuk yang suka membuat keonaran adalah nyata-nyata seorang pengecut, yang menyembunyikan kenyataan dirinya sebagai seorang penakut. Oleh karena itu, jangan heran kalau mereka mampu melakukan pengrusakan, pemalakan, penganiayaan dan keonaran lainnya. Sudah ada niat untuk itu pada awalnya. Mereka sudah mempunyai strategi dan taktik licik, namun jika kemudian keadaan membahayakannya, cepat-cepat melarikan diri, bersembunyi dan lain sebagainya, sebagai simbol dari sifat kepengecutannya. Mereka juga tahu takaran tertentu untuk diminumnya, sehingga membuat ia mampu melakukan aksinya.
Keonaran demi keonaran akan terus dilakukan jika tidak ada yang menghamnbatnya. Dan tidak menutup kemungkinan terus menerus meningkat pada tingkat keonaran yang membahayakan banyak orang. 'Proses belajar' seorang ppemabuk dari keonaran kecil menjadi besar. Demikian selanjutnya, kalau mereka mampu mengatasi hambatan demi hambatan dengan kelicikan demi kelicikan dan kebohongan demi kebohongan, maka jadilah ia pemabuk yang disegani, preman yang ditakuti, ataupun tokoh pemabuk yang diperhitungkan. Pemabuk yang mampu meloloskan diri dari proses 'pembelajaran diri', menjadi pemabuk yang licik, cerdik, dan seorang pengecut yang lihai mmembaca situasi. Kemudian gelar preman sejati akhirnya mampu ia raih. Dia raih dan dapatkan dari dalam komunitas pemabuk, dalam proses yang cukup panjang.
Tak semua pemabuk lolos menjadi preman sejati, yang akan bergelut pada dunia hitam yang memang penuh dengan kekerasan dan kelicikkan. Kemudian yang lain hanyalah akan menjadi seorang pengecut sejati, yang biasanya tak berani berbuat onar di luar lingkungannya. Lingkungan yang tak dikenalnya, kecuali ada banyak yang menemaninya. Itupun kalau dalam keadaan dirinya terancam, ia akan berusaha menghindar sebisa mungkin, dengan berbagai alasan dan kelicikannya, sehingga orang lain (kebanyakan) tidak akan mengetahui sifat sebenarnya pada dirinya itu.
Perlu juga anda ketahui, bawasannya seorang preman sejati tak lebih dan tak kurang hanyalah seorang pengecut juga. Namun dengan kelihaian membaca situasi dan keadaan, serta kemampuan menempatkan diri untuk mengetahui kapan saatnya bertindak dan kapan saatnya untuk menghindar. Inilah kecerdikan dan kelicikan seorang preman sejati yang mampu menempatkan diri untuk lolos dari hal-hal yang dapat mencelakai dirinya sendiri. Yang jelas seseorang atau siapapun juga yang selalu menggunakan media untuk dapat melakukan aksi, maka dapat dipastikan ia adalah seorang pengecut. Pengecut yang mempunyai kecerdikan, kelicikan, dan kelihaian membaca situasi, membuat ia selalu dapat meloloskan diri dari kemungkinan-kemungkinan bahaya yang mengancamnya. Dengan berbagai cara, alasan, dan taktik usangnya, telah dijadikan senjata untuk menyelamatkan dirinya. Preman sejati yang dilahirkan dari keberuntungan stuasi, dan preman sejati yang terlahir dari lingkungan yang dipenuhi komunitas para pengecut.
Lalu, lihat apa yang didapat dari para pengecut dan mantan pengecut itu. Mereka sama sekali tak mendapat apa-apa kecuali kemiskinan materi, kemiskinan hati, nurani, budi pekerti, kemiskinan rejeki dan segala bentuk 'kemiskinan' saja yang mereka dapatkan. Mereka umumnya hidup memprihatinkan, hidup tidak tenang, resah, seakan-akan selalu dibayangi oleh dendam-dendam yang mengancam akibat perbuatannya. Sebenarnya sering muncul dalam hati kecilnya untuk selalu ingin meninggalkan dunia para pengecut itu. Sebuah dunia yang ia sadari penuh dengan kelicikan, kekerasan, kemubaziran, kemunafikan, dan kebodohan. Dan ia sesaat telah berusaha untuk meninggalkannya, namun sayang lingkungan pengecut telah demikian kuat mencengkeramnya, dan kebanyakan dari mereka tak mampu melakukannya. Dia akhirnya kembali dengan kepedihan hati yang dalam ke dunia yang pelan-pelan merusak dirinya sendiri, dan justru membawanya kepada kenistaan diri, tak punya harga diri, masa depan yang kelam dan akhirnya hanyalah kesulitan-kesulitan hidup yang akan dihadapi. Mereka tak jarang masih bisa tertawa-tawa dan bangga, namun sayang tanpa arti dan makna. Sungguh tragis nasib mereka !
Spoiler for PEMABUK & BUDAYA KEMUNAFIKAN..:
PEMABUK & BUDAYA KEMUNAFIKAN
Lika-liku dunia minuman keras ternyata tidak hanya berdampak pada keboborokan budi pekerti di tingkat lokal saja, namun sudah berdampak pada kebobrokan budi pekerti bangsa ini. Inilah sebenarnya yang menjadi pokok persoalaan bangsa yang telah melahirkan kasus-kasus besar di negeri ini.Hal inilah yang luput dari perhatian pemerintah kita, yang justru berkonsentrasi pada masalah-masalah besar, seperti kasus-kasus korupsi, terorisme, dan kerusuhan. Kalau dikaji lebih dalam, sebenarnya kasus-kasus tersebut hanyalah wujud pada "permukaan" suatu masalah (kasus) yang muncul dari "permasalahan yang paling mendasar" yaitu "kekeringan moral" yang telah merasuki masyarakat bangsa ini. Sumber masalah yang telah terlupakan oleh pemerintah kita.
Oleh karena itu, penyelasaian-penyelesaian masalah yang hanya terfokus pada maslah-masalah besar hanyalah akan menjadikan tampak tuntas pada permukaannya saja, namun akan terus menerus muncul silih berganti, di lain tempat dan waktu, bagai ujung yang tak berkesudahan. Yang lebih fatal lagi, kalau semangat pemberantasan kasus-kasus besar, pada permukaannya itu, mulai melemah. Entah mungkin karena kondisi politik yang tidak kondusif, atau lemahnya budaya untuk itu, atau keadaan ekonomi yang butuh diutamakan, ataupun segala masalah yang muncul menjadi penghambatnya. Dapat dipastikan keadaan akan kembali seperti semula, muncul kasus-kasus baru yang sejenis justru akan menjadi-jadi bagai terlapas dari tali, keadaan bisa jadi malah bertambah parah. Itulah hasil dari penyelesaian masalah yang hanya terfokus pada permukaan masalah saja, tanpa dibarengi dengan membongkar dan membangun kembali sumber-sumber masalah maslah dengan serius dan seksama.
Kekeringan moral yang telah mewabah pada bangsa kita ini disebabkan dua faktor yang sangat mempengaruhi yaitu adanya "budaya kemunafikan" yang telah terwariskan oleh masyarakat kita ( untuk lebih detilnya lihat Topik : "Masyarakat Kita Suka Mengamuk" ). Yang kedua, kekeringan moral akibat ketidaksiapan kita mengantisipasi efek-efek "budaya global" yang terus menghujam kita tanpa "kendali". Yaitu "kendali budaya" atas jawaban menggelontornya budaya global yang telah terserap akibat kemajuan tekhnologi dan infomasi. Sebuah jawaban yang merupakan bentuk pemahaman kita akan budaya yang tidak pantas ditumbuhkembangkan pada bangsa ini. Pemahaman kepada masyarakat luas bawasannya dibalik kemajuan tehnologi dan informasi, ada budaya yang dapat merusak diri kita sendiri, yang pada akhirnya akan sangat merugikan masyarakat kita sendiri.
Kemudian masalah mendasar apakah yang telah terjadi pada masyarakat kita ini; pertama, adalah : Telah terjadi banyak ketidaknyaman-ketidaknyamanan dalam kehidupan masyarakat. yang telah menimbulkan dampak tersendiri dalam masyarakat tersebut.Dampak dari ketidaknyamanan-ketidaknyamanan dalam masyarakat telah melahirkan budaya kekerasan, sikap pengecut, budaya keserakahan, korupsi, pungli-pungli, kerusuhan, terorisme, gaya hidup tak seimbang, pembohong, pemerasan, jiwa pencuri, perampokan, pembunuhan dan hampir semua masalah yang telah terjangkiti oleh masyarakat Indonesia, merupakan kekeringan hidup yang bermula dari keadaan tidak nyaman dalam kehidupan mereka.
Ketidaknyaman paling besar pengaruhnya yang telah memberi andil terbangunnya kekeringan hidup dalam masyarakat kita adlah "minuman keras". Minuman keras inilah yang merupakan faktor utama terbangunnya ketidaknyamanan dan kekeringan hidup dalam masyarakat. Hal ini sangat masuk akal ketika tempat tinggal, tempat istirahat, rumah, tetangga, dan limgkungan kita terusik oleh perbuatan-perbuatan seorang atau lebih pemabuk, yang pada kenyataan dalam masyarakat kita menjadi alat pembenar untuk berbuat keonaran, pemeresan, pemalakan, kekerasan, meneror kecil-kecilan, mencuri, sampai pembunuhan. Mereka (pemabuk) beralasan bahwa melakukan hal tersebut karena ketidaksadaran setelah minum minuman keras. Namun kenyataan yang terjadi adalah telah adanya niat dari mereka untuk berbuat seenaknya. Minuman keras hanya sebagai pelancar aksinya. Untuk mampu melakukan sesuatu yang tak mungkin dilakukan jika tidak minum-minuman keras. Keadaan inilah yang telah memunculkan jiwa-jiwa pengecut, munafik, jiwa yang penuh kelicikan dan tidak berjiwa kesatria. Anehnya ssikap-sikap seperti inilah tidak mendapat penolakan yang seharusnya dalam masyarakat kita. Malah yang terjadi adalah adanya "pemahaman pembenar" sebagai "alat pemaklum kejadian". Yang akhirnya justru mereka ikut-ikutan berkubang dalam dunia itu, menyatu dan mencari mangsa orang lain atau masyarakat lain. Inilah pemicu kerusuhan, tawuran, dan menumbuh suburkan kader-kader militan yang pada akhirnya sangat mudah terekrut menjadi teroris sungguhan.
Spoiler for Masyarakat Kita Suka Mengamuk ?..:
Masyarakat Kita Suka Mengamuk ?
Masyarakat kita tampaknya sudah melekat dengan ‘kekerasan’. Inilah yang menjadi kegundahan hati banyak orang. Semua persoalan sering berakhir dengan kekerasan. Masyarakat yg mudah mengamuk, merusak dan membakar apa saja yang ada. Hanya karena tidak setuju, tanpa mengetahui siapa provokatornya & tanpa komando mereka mulai merusak apa saja, mulai dari papan nama, kaca-kaca, serta barang-barang yang ada disekitarnya. Masa menyemut menjadi banyak, bak dibakar api amarah yang sudah tak terkendali, mereka mulai merusak dan membakar barang-barang yang tidak kecil nilainya. Komputer, sepeda motor, mobil, sampai bangunannya mereka rusak dan bakar. Amarah yang muncul dari kepenatan hidup yang menghipit mereka. Luapan amarah yang sebenarnya sama sekali tak berhubungan dengan masalah tersebut. Mereka seperti menemukan tempat yang tepat untuk ‘mengaktualisasikan diri’ dari kekeringan hidup. Kemudian dengan mudah disulut api. Bangsa kita benar-benar telah menjadi bangsa yang keras.
Ada yang menarik atas kejadian tersebut, yaitu munculnya budaya tak tahu malu, tidak kesatria, pengecut, serta tak tahu diri. Kemunafikan hidup telah menyelimuti kehidupan budaya masyarakat kita. Sebuah kemunafikan yang telah memunculkan ‘keberanian semu’. Sebuah keberanian yang muncul karena ia ada diantara mereka, bukan karena ia sendirian. Sendirian atas segala resiko yang akan dipertanggungjawabkan kemudian. Sehingga ia lebih suka menjadi penyulut api kemudian lari untuk bersembunyi. Contoh nyata dari sebuah kemunafikan diri. Kemunafikan yang melahirkan jiwa sang pengecut. Bagai mata uang yang tak terpisahkan, munafik di satu sisi, pengecut di sisi yang lainnya.
Namun bagaimanapun juga, kita kurang bijak rasanya, jika kita menyalahkan masyarakat kita yang lugu itu. Mereka terbentuk tak jauh dari para pemimpin, yang memimpinnya. Pemimpin yang bertanggung jawab atas tumbuh kembangnya budaya masyarakat, kemana mereka akan dibawanya. Sudah sekian lama masyarakat kita diajarkan oleh budaya kemunafikan, yang didalamnya menumbuh suburkan budaya tak tahu malu dan tidak kesatria. Budaya inilah yang menyebabkan ketidaknyamanan sebagian besar masyarakat kita. Kemudian mereka menjadi tak perdaya, lemah, dan merasa dipojokkan. Untuk melepaskan diri dari ketidakberdayaan dan kelemahan mereka, tidak ada jalan lain kecuali mengikuti arus para pemimpinya. Sehingga semakin kuatlah budaya kemunafikan itu. Sudah sekian lama budaya itu berjalan dan melaju, hingga tanpa terasa telah menyatu.
Namun angin telah berubah, yang mulai melemahkan angin yang lalu. Tetapi sayang bangunan budaya itu masih berdiri kokoh, meskipun lambat laun keropos juga, sedikit demi sedikit. Tapi tampaknya itu butuh waktu yang cukup lama, untuk merobohkannya menjadi puing-puing yang berserakan. Puing-puing tersebut tetap akan ada tidak bisa dibersihkan sama sekali, ini sesuai dengan tinjauan ilmu social, Jadi kekerasan akan tetap ada walaupun dalam sekala yang lebih kecil. Ingat !, kemunafikan tetap akan selalu ada, selama yang namanya manusia masih tetap ada. Selaras dengan dinamika masyarakat yang dicoba dibangun oleh para pemimpin kita. Jadi kita harus puas dengan nilai ‘secara umum’ (generalisasi) bahwa masyarakat kita, tentu saja termasuk para pemimpin kita yang menjadi bagiannya, di masa yang akan datang (secara umum) mempunyai ‘budaya yang kesatria’. Inilah yang kami lihat sedang diperjuangkan oleh sebagian para pemimpin kita, khususnya para penguasa.
Untuk saat ini, tampaknya harapan itu masih jauh dan sedang diperjuangkan. Masih akan ada letupan-letupan kekerasan, tawuran dan amuk massa. Bangsa kita masih sebagai bangsa yang keras dan penuh dengan kemunafikan. Sebab harus diketahui bahwa merubah kebiasan yang terjadi pada sebuah masyarakat tidak semudah membalikkan tangan kita. Akan membutuh waktu yang cukup lama dan juga membutuhkan tenaga, dan pikiran yang cukup banyak dan pelik. Walau begitu marilah kita bersyukur dan mendukung apa yang sedang diusahakan para pemimpin kita, yang sampai saat ini sudah ada semangat untuk merubah dan memberangus budaya kemunafikan itu. Marilah kita doakan agar semangat itu (para pemimpin kita) tidak luntur/kalah oleh budaya kemunafikan yang penuh dengan sikap pengecut, tak tahu malu, tidak kesatria dan tak tahu diri. Yang didalamnya akan melahirkan jiwa-jiwa yang penuh kekerasan dan keserakahan. Dan yang lebih memprihatinkan kita semua, ternyata budaya itulah yang juga menumbuhsuburkan jiwa-jiwa yang ‘korup’, yang dilahirkan dari jiwa yang penuh keserakahan.
Sumber : Kedaulatan Rakyat.
DENGAN INI.... POLRI utk tidak RAGU-RAGU lagi MEMBRANGUS... SGL BENTUK PREMANISME..... !
Masidan.
No comments:
Post a Comment